1. Doyan mengambil resiko seiring
bertambah usia Perempuan di atas 50 tahun memiliki motivasi lebih
tinggi melakukan hal-hal baru. Mulai dari menyumbang untuk komunitas
lokal, sampai bertualang ke tempat jauh. "Perempuan ingin melakukan
sesuatu untuk dirinya setelah sekian lama mengasuh keluarga," kata
Brizendine.
2. Mengalami pubertas kedua di
usia 40-an Biasanya terjadi sekitar umur 43. Masa ini disebut
perimenopause. Di masa ini perempuan mendapat menstruasi yang tak
menentu, sering berkeringat berlebih saat tidur, dan mengalami perubahan
hormon sehingga moodnya naik-turun. Menurut Brizendine, masa
perimenopause berlangsung antara dua sampai sembilan tahun.
3. Mengasuh anak bisa membuat
perempuan tenang. Menyusui bisa menghilangkan stres. Jurnal of
Neuroscience pada 2005 menyatakan efek menyusui pada ibu bisa lebih
menenangkan ketimbang penggunaan kokain. "Pada masa ini perempuan ingin
semuanya teratur, termasuk suaminya," katanya.
4. Otak perempuan menciut selama
hamil. Jangan emosi jika istri mendadak lemot saat hamil. Penelitian
menunjukan otak perempuan menciut sebanyak empat persen selama masa
kehamilan. "Tenang saja, akan normal dalam enam bulan setelah
kelahiran," kata Brizendine. Selama hamil, perempuan juga tidur lebih
banyak. Sebab hormon progesteron, yang membuat kantuk, meningkat sampai
30 kali lipat selama delapan pekan pertama kehamilan.
5. Rangsangan seksualnya mudah
padam. Bagi perempuan, orgasme didapat jika beberapa bagian dari otaknya
tertutup. Sayangnya, banyak hal yang bisa membuat bagian itu kembali
terbuka. Mulai dari marah, rasa tidak percaya, bahkan kaki yang
kedinginan. "Bagi laki-laki foreplay berlaku tiga menit sebelum
berhubungan, bagi perempuan 24 jam sebelumnya," kata Brizendine.
6. Perempuan hindari agresi.
Perempuan cenderung menhindari konfrontasi dan agresi fisik. Hal ini,
Brizendine mengatakan, berasal dari insting keibuan yang mengingat
kelangsungan hidup anak-anaknya.
7. Lebih rentan rasa sakit.
Berbagai studi sepuluh tahun terakhir menunjukan otak perempuan lebih
sensitif terhadap rasa sakit dan stres. "Hal ini menjelaskan kenapa
perempuan lebih rentan terhadap depresi dan stres pasca trauma," kata
Brizendine.
No comments:
Post a Comment